Wednesday, October 31, 2007

Menggapai Puncak Sejati Raung (19-23 Oktober 2007)

Jumat, 19 Oktober 2007,
Seperti biasanya, segera setelah weker berbunyi pukul 05:00 pagi, para anggota Gerombolan Kaki Berat yang memiliki kelainan mata berat dan baru-baru ini juga menderita perut berat sepulangnya dari Bali segera memutuskan untuk TIDUR LAGI !
Akhirnya setelah matahari bersinar riang, barulah satu-persatu anggota gerombolan mulai bangun dan packing. Griffin, Otong, Yuyun, Willy dan Helda memutuskan untuk pulang ke Jakarta karena hari Senin sudah harus kembali melakukan aktivitasnya sehari-hari sehingga hanya tersisa Joni, Aan dan Chika ditemani kedua porter kami, Pak Mus dan Mas Eli yang melanjutkan pendakian ke Gunung Raung.
Sekitar jam 07:00 rekan-rekan kami meninggalkan rumah Pak Mus menuju Jakarta … sedih (terutama Joni dan Aan yang ditinggal yayang) dan kesepian, akhirnya kami segera mempersiapkan carrier dan peralatan yang akan dibawa. Ternyata peralatan yang dibawa jadi lumayan berat mengingat tadinya perlengkapan disiapkan untuk 10 orang, meskipun sebagian peralatan telah ditinggal, namun toh pasak yang dibawa jumlahnya tetap, akhirnya kami sepakat untuk “hanya” membawa 24 pasak yang dibagi antara Aan, Joni, Pak Mus dan Mas Ely, serta mengurangi beberapa bawaan lain yang kurang dibutuhkan. Pukul 09:30 kami juga meninggalkan rumah Pak Mus untuk memulai pendakian.
Setelah berpamitan kepada Pak Sudiro, kepala desa, kami berangkat menuju ke Pondok Pak Sunarya (916 dpl), kali ini dengan menggunakan ojek untuk menghemat waktu. Di Pondok Pak Sunarya kami mengisi persediaan air untuk terakhir kalinya dan jam 11:15 kami meninggalkan Pondok. Jalan dari Pondok ke Pos I relatif landai, diawali dengan menelusuri sisa areal perkebunan kopi dan dilanjutkan dengan memasuki hutan yang di beberapa tempat telah ditebangi baik untuk diambil kayunya maupun akan dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan, meskipun demikian kaki ini koq rasanya berat juga, dan jam 13:00 barulah kami mencapai Pos I (1200 dpl). Disini kami makan siang dengan menu ketupat dan Indomie, meskipun panas cukup terik tapi kami masih dengan semangat berfoto-foto ria dan pukul 14:25 kami melanjutkan perjalanan dan tiba di Pos II (1425 dpl) pada pukul 15:55. Karena jarak Pos II dan Pos III sangat dekat, kami langsung melanjutkan perjalanan ke Pos III (1429 dpl). Lucunya, meskipun ketinggiannya hanya berbeda 4m, waktu yang harus kami tempuh untuk mencapai Pos III sekitar 20 menit :P … dan karena Pos IV lumayan jauh sedangkan hari sudah cukup sore serta lokasi Pos III yang luas dan datar dirasakan akan sangat nyaman untuk camping maka kami memutuskan untuk bermalam di sini. Malam itu cuaca cerah dan udara cukup hangat, maka kamipun ngerumpi sampe malam di sini

Sabtu, 20 Oktober 2007,
Kami meninggalkan Pos III pukul 08:45, jalur mulai menanjak dan semak duri mulai berkeliaran di sekitar kami meskipun tidak separah pendakian sebelumnya. Ternyata jalur yang telah kami buka pada pendakian sebelumnya juga masih terlihat dengan jelas, demikian juga tanda-tanda tambahan yang telah kami pasang, oleh karenanya kami bisa berjalan lebih cepat sehingga pukul 09:50 kami telah mencapai Pos IV (1665 dpl). Dari Pos IV kami segera melanjutkan pendakian ke Pos Cemara, karena jalur sudah dibuka pada pendakian sebelumnya, kami dengan mudah dan cukup cepat (sekitar 1 jam) dapat mencapai Pos Cemara (1777 dpl).
Di sini kami makan siang karena Pos selanjutnya yaitu Puncak Wates cukup jauh dan medan yang dilalui juga terjal. Seperti biasanya Pos Cemara diguyur hujan embun dan angin dingin yang membuat malas, namun kali ini hembusan angin disertai suara raungan angin yang cukup kencang.
Jam 11:55 kami meninggalkan Pos Cemara, masih cukup semangat untuk bertanya-tanya apakah kira-kira kami bisa langsung mencapai Pos Ereng-Ereng (minimal Pos Ereng-Ereng Bawah kali ya :P) … namun … setelah ketemu tanjakan yang makasih bangetttt, akhirnya kami memutuskan untuk nantinya kembali membuat camp di Puncak Wates saja. Meskipun begitu, Puncak Wates pun tidak kunjung tercapai sehingga akhirnya kita semua rada-rada putus asa juga … hehhe … kemaren ini koq rasanya ga setinggi dan sejauh ini ya ^^
Tanjakan demi tanjakan kami lalui perlahan. Ketidakhadiran rekan-rekan kami terutama Griffin dan Otong yang ikut pada pendakian sebelumnya sedikit banyak mempengaruhi semangat kami, karena kelucuan mereka tidak tertandingi … ditambah beban bahwa kami HARUS mencapai Puncak Sejati pada pendakian ulangan ini … Akhirnya jam 18:00 barulah kami semua mencapai Puncak Wates, tidak jauh berbeda waktunya dari pada waktu pendakian pertama meskipun jalur yang dilalui telah terbuka dan tanda-tandanya pun jelas terlihat. Oleh karena itu dengan terburu-buru kami segera membuat tenda dan api unggun, tempat yang tersedia tidak cukup rata untuk membangun tenda dengan baik karena Puncak Wates ini hanya merupakan jalur terbuka yang sempit (hanya selebar sekitar 1,5m dengan jurang mengapit di kiri kanannya) sehingga tenda kami tidak terlalu nyaman untuk ditempati namun cuaca cukup cerah meskipun berkabut, udara juga tidak terlalu dingin meski terkadang angin bertiup kencang disertai raungannya yang cukup dahsyat, sehingga Joni dan Aan memutuskan untuk menikmati malam di luar tenda sambil menatap bintang. Tapi ternyata cuaca tidak cukup bersahabat dengan mereka, malam harinya angin bertiup sangat kencang membuat api unggun pun nyaris jadi kebakaran karena angin membuat api menyambar rumput di sekitarnya sangat kering, dan meskipun berulang kali diguyur hujan embun yang turun menghiasi malam tersebut, api tidak kunjung berhasil dipadamkan, alhasil Aan baru tidur subuh dalam usahanya memadamkan api yang menghabiskan setengah persediaan air yang ada.

Minggu, 21 Oktober 2007,
Bangun pagi dengan lesu, barang-barang basah karena hujan embun berulang kali dan sepanjang pagi itu pun hujan embun masih bolak-balik datang dan pergi sementara angin kencang pun meraung-raung, akhirnya Aan memutuskan untuk tidur lagi sementara Joni dan Chika berusaha mengeringkan barang-barang dan bersantai-santai menikmati hujan embun sambil nyemil. Jarak yang harus kami tempuh hari ini tidak terlalu jauh meskipun sangat terjal, jalurnya pun sudah cukup jelas, maka kami pun tidak terburu-buru dan menunggu cuaca menjadi lebih cerah.
Baru pada pukul 10:45 kami meninggalkan Puncak Wates, menuju ke Pos Ereng-Ereng Bawah di mana kami makan siang dengan kilat dan langsung menuju ke Pos Ereng-Ereng Atas. Tiba di Pos Ereng-Ereng Atas pukul 16:00 kami langsung menyiapkan camp, sementara itu kedua Porter kami, Pak Mus dan Mas Ely akhirnya memutuskan untuk turut serta ke Puncak Sejati sehingga Aan mengadakan Kursus Kilat teknik pemanjatan dan cara penggunaan alat buat mereka. Malam turun dengan cepat, meskipun cuaca cukup cerah, udara sangat dingin disertai angin kencang yang membuat raungan yang cukup dahsyat, sehingga tak lama setelah makan malam dan mempersiapan peralatan yang diperlukan untuk mendaki ke Puncak Sejati esok paginya, kami segera masuk tenda buat bobo aja, sekaligus mempersiapkan tenaga untuk the big day tomorrow

Senin, 22 Oktober 2007,
Pagi yang suangaattt dingin, sampai-sampai Aan bisa menciut jadi imut :D (liat nih foto Aan) … Pagi itu kami bangun lebih pagi dari pada biasanya dan dengan mata berat segera sarapan dan dengan membawa perlengkapan yang telah dipersiapkan malam sebelumnya kami segera memulai pendakian pukul 07:15 … sepanjang jalan menuju Puncak Palsu Kalibaru (Puncak Raung) angin tetap bertiup dengan huebatnya disertai raungannya yang khas, sampai-sampai rasanya maleesss banget membayangkan perjalanan ke Puncak Sejati yang harus lewat tempat terbuka, sangking dinginnya. But the Show Must Go On, tiba di Puncak Palsu Kalibaru kami segera memasang hardness dan mempersiapkan karmantel untuk moving together dan segera memulai perjalanan pada jam 08:00.
Angin terus bertiup dengan kencangnya sampai-sampai terkadang rasanya badan akan terbawa terbang, sehingga kami harus berjalan merunduk-runduk ditambah dengan suara raungannya yang sangat keras, dalam hati sempat terbersit keraguan, mungkin ga yah bisa sampe Puncak Sejati, apalagi katanya Gunung Raung suka milih-milih siapa yang dapet ijin menyentuh Puncaknya … tapi yah dijalanin aja, ga bisa mikir banyak-banyak juga sangking dinginnya :P
Dari Puncak Palsu Kalibaru kami menyusur turun punggungan sempit yang telah kami lewati pada pendakian sebelumnya dengan posisi Aan sebagai leader, disusul Pak Mus, Chika, Mas Eli dan terakhir Joni. Bagian ini kami lalui dengan cukup cepat karena jalurnya sudah kami ketahui. Bagian yang sulit mulai terasa ketika mulai mendaki ke Puncak 17, karena harus melalui 2 tebing yang terjal. Satu persatu kami mulai memanjat, tebing pertama berhasil dilalui dengan baik, namun pada tebing kedua Aan memutuskan untuk menggunakan jalur yang berbeda dengan jalur yang telah digunakan pada pendakian pertama dengan mengambil sedikit lebih ke kanan, sempat terjadi kecelakaan kecil ketika Joni yang membantu Chika untuk mengambil ancang-ancang terjatuh akibat injakannya longsor, untungnya lukanya tidak terlalu parah sehingga akhirnya kami semua berhasil mencapai Puncak 17 yang berbentuk Stupa.
Tidak ada waktu untuk beristirahat dan menikmati Puncak 17 karena selain angin bertiup sangat kencang membuat kami kedinginan bila berhenti bergerak, Puncak Sejati yang terlihat jelas dari sana seolah memanggil-manggil kami untuk segera menghampirinya. Oleh karena itu satu persatu, kami segera menuruni Puncak 17 dengan cara climb down hingga akhirnya kami berhasil mencapai titik terakhir pendakian sebelumnya, dimana kami meninggalkan bendera Marsipala dan Liga Climbing di sana, yaitu di dekat tebing tempat kami harus berpindah punggungan. Bendera Marsipala yang masih terpasang di sana kami lepaskan, namun Bendera Liga Climbing telah lenyap entah kemana, dan karena angin mulai mereda, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di sana sekedar minum sambil menikmati biscuit.
Tebing di depan kami tidak menguntungkan untuk dipanjat, dan sebelah kiri kami adalah jurang yang dalam, oleh karena itu kami memutuskan untuk bergerak ke arah kanan, menuruni punggungan untuk kemudian mendaki lewat punggungan berikutnya. Jalan turun yang kami lewati terbilang curam dengan kemiringian sekitar 60° dipenuhi batu-batu kerikul sehingga perlu extra hati-hati untuk melewatinya dan memakan waktu yang cukup lama. Tiba di dasar jurang, Puncak Sejati Raung yang ditandai oleh bebatuan runcing terlihat dengan jelas sehingga kami hanya bergerak ke arah tersebut dengan mencari jalan yang termudah. Namun jelas jalannya tidak ada yang mudah, karena tanjakannya sangat terjal dan kondisi batuannya yang rapuh, namun dengan motto “Alon-alon asal kelakon”, perlahan dan pasti kami bergerak mendekati bebatuan runcing impian Griffin tersebut.
Sementara setelah angin mereda, matahari bersinar dengan teriknya, sampai yang tadinya harus pakai jaket dobel-dobel sekarang harus dilepas dan masih kepanasan pula. Setelah mendaki sekitar 30 menit, kami menemukan sebuah ceruk yang terlindung dari teriknya sinar matahari sehingga kami memutuskan untuk berteduh sejenak di sana. Aan dan Chika memutuskan untuk melepaskan windbreaker mereka dan meninggalkannya di sana sebelum melanjutkan pendakian.
Akhirnya setelah mendaki, memanjat dan mendaki serta memanjat lagi, kami tiba di daerah bebatuan runcing tersebut dan ternyata masih terdapat Puncak yang lebih tinggi lagi yang hanya dapat dilalui dengan memanjat. Daerah bebatuan runcing tersebut terdiri dari batu-batu besar yang hanya saling menopang, sehingga sempat ketika Aan memasang pasak pengaman pada tempat yang dikira tanah, pasak tersebut meluncur ke bawah ketika dipukul, entah seberapa dalamnya, tapi yang jelas daleeemmm banget …sampai-sampai akhirnya kedua Porter kita memutuskan untuk stay disana aja sementara kami bertiga melanjutkan pemanjatan ke Puncak Sejati. Tokh di sini udah kelihatan kawah, meski hanya sebagian saja, kata mereka … akhirnya memang hanya kami bertiga yang melanjutkan pemanjatan ke Puncak Sejati, awalnya kami harus menuruni puncak yang berupa batuan runcing tersebut dengan teknik climb down kemudian memanjat menuju ke Puncak Sejati, ga jelas apakah jalurnya emang gampang atau kebawa semangat aja, soalnya kemiringannya lebih dari 70° tapi untungnya kami bertiga dapat melaluinya dengan mulus.
Sekitar jam 13:30 AKHIRNYA KAMI MENCAPAI PUNCAK SEJATI !!! Kawah Gunung Raung yang sangat luas terbentang di hadapan kami. Di tengah kawahnya terdapat sebuah gundukan yang di dalamnya terdapat semacam kawah yang lebih kecil dan mulai ditumbuhi oleh sejenis lumut. Dan hanya satu kata : AMAZING !!!
Di Puncak Sejati sudah terdapat Bendera Merah Putih dan plat nama PATAGA yang digunakan sebagai trianggulasi. Meskipun dari bawah tidak jelas mana yang merupakan puncak tertinggi, namun dari sini memang terlihat bahwa posisi Puncak Sejati ini adalah yang tertinggi dibandingkan puncak-puncak lainnya. Melihat ke sekeliling kami, yang terlihat adalah kawah, bebatuan, ngarai yang dalam serta hutan-hutan di seputar Gunung Raung, dihiasi langit yang biru cerah dan awan yang berada di bawah kami, indah banget !
Tapi waktu kami tidak banyak karena perjalanan turun ke Pos Ereng-Ereng Atas masih jauh diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama, maka segera kami berfoto-foto ria dan menancapkan flyer Gerombolan Kaki Berat. Sementara itu matahari bersinar dengan kejamnya, panas terasa sangat menyengat, lewat walkie talkie Pak Mus juga berulang kali meminta kami segera turun bila sudah mencapai Puncak Sejati, oleh karena itu jam 14:00 kami segera turun, berat rasanya meninggalkan Puncak Sejati apalagi membayangkan segala usaha kami mulai dari awal pendakian pertama dan pendakian ulangan ini, hanya dapat menikmati waktu 30 menit di Puncak Sejati Gunung Raung :P … well, melelahkan but worth it.
Berhati-hati kami menuruni Puncak Sejati diawali oleh Aan, disusul Chika dan Joni dan kembali memanjat ke tempat kami meninggalkan kedua porter kami. Pak Mus menyambut dengan gembira sementara Mas Eli tidur kelelahan, kepanasan dan juga kelaparan. Jam makan siang sudah lewat, perut yang keroncongan diganjal pakai biscuit saja dan segera kami mulai melanjutkan perjalanan turun … namun perjalanan turun ternyata sama sekali tidak mudah. Kalau tadi kami naik dengan berpatokan puncak, maka perjalanan turun lebih sulit karena tidak banyak yang dijadikan patokan, hamparan batuan terlihat sama saja di semua tempat sehingga sulit menemukan jalan turun yang sama dengan jalur yang digunakan untuk naik tadi. Untungnya windbreaker Aan dan Chika yang tadi ditinggalkan dapat ditemukan, menandakan bahwa kita tidak terlalu jauh melenceng dari jalur yang tadi digunakan. Namun ternyata lebih sulit lagi untuk menentukan posisi awal berpindah punggungan, namun akhirnya setelah bergerak turun cukup lama ternyata jalur tersebut terlihat dengan jelas, kembali kami mendaki dan memanjat ke punggungan awal menuju ke Puncak 17. Sementara itu, suhu udara mulai berubah dengan cepat, kabut bergerak turun dan angin dengan sadisnya mulai bertiup lebih kencang lagi dan bertambah kencang lagi dan lagi. Kamipun bergerak secepat mungkin, dan jaket yang tadi ditanggalkan mulai dipakai kembali, namun karena tiap kali menemui tebing harus memanjat satu persatu, demikian pula kalau menuruni tebing, jadinya cukup makan waktu juga, sekitar pukul 16:00 barulah kita mencapai Puncak 17.
Menuruni Puncak 17 jalurnya paling sulit apalagi di tebing yang dari puncak, kami lalui dengan climb down karena untuk rappeling juga kurang leluasa, sehingga memakan waktu yang cukup lama, sementara itu dingin terasa sangat menusuk tulang dan angin yang meraung-raung menebarkan banyak pasir sehingga mengganggu pandangan. Akhirnya kami berhasil juga menuruni Puncak 17 dengan selamat tapi beku, masih ada satu tebing lagi yang harus dilalui, yang ini pun dapat kami lalui dengan baik dan beku, tinggal scrambling menuju Puncak Palsu Kalibaru …
Akhirnya baru sekitar pukul 18:00 kami berhasil mencapai Puncak Palsu Kalibaru tanpa kekurangan sesuatu apapun, kecuali kurang makan mungkin, dan hari sudah gelap, akhirnya dengan segera kami menyalakan senter dan kembali ke Pos Ereng-Ereng Atas.
Malam itu kami merayakan keberhasilan pendakian kami dengan minum susu hangat, makan rambutan kaleng dan biscuit saja di depan kobaran api unggun karena persediaan air sudah sangat terbatas, setelah itu Pak Mus dan Mas Ely langsung tepar di tenda. Joni, Aan dan Chika masih ngerumpi sebentar di dekat api unggun, namun karena angin tetap meraung-raung dan bertiup dengan kencangnya, dengan kedinginan kami pun memutuskan untuk beristirahat saja di tenda yang lebih hangat.

Selasa, 23 Oktober 2007,
Pagi yang ceria meskipun dingin banget seperti biasanya, rasanya penderitaan tinggal sedikit lagi dan kami baru menyadari sepenuhnya kalau misi kami untuk mencapai Puncak Sejati Gunung Raung sudah terpenuhi, oleh karena itu meski tanpa sarapan karena persediaan air habis, kami segera turun gunung, setelah sebelumnya mengucap syukur atas keberhasilan kami mencapai Puncak Sejati Gunung Raung ini.
Perjalanan turun yang dipimpin Pak Mus dan Mas Eli berlangsung dengan cepat, dalam tempo 1 jam kami telah mencapai Puncak Wates dimana kami telah meninggalkan sebuah botol aqua sehingga akhirnya kami dapat minum dengan perasaan cukup lega meski masih lapar :P
1 Jam kemudian kami sudah tiba di Pos Cemara, dan karena kami menyimpan cukup banyak persediaan air di sini, kami menyempatkan makan siang dan bersantai sejenak di teriknya sinar matahari, handphone juga pada mulai dikeluarkan untuk mengabarkan berhasilnya misi ini kepada rekan-rekan yang lain, terutama Griffin dan Otong yang menyambut gembira kabar ini.
Dari Pos Cemara kami membutuhkan rata-rata 1 jam untuk sampai di Pos II, Pos I dan Pondok Pak Sunarya. Akhirnya siang harinya kami sampai di Pondok Pak Sunarya di mana sudah ditunggu oleh para pengojek untuk kembali ke dusun Wonorejo. Malam itu juga kami berpamitan kepada Pak Mus dan keluarganya serta Mas Eli untuk kembali ke Bandung.

Thank’s God, We Finally Made It !!

4 comments:

Anonymous said...

Oi, achei seu blog pelo google está bem interessante gostei desse post. Gostaria de falar sobre o CresceNet. O CresceNet é um provedor de internet discada que remunera seus usuários pelo tempo conectado. Exatamente isso que você leu, estão pagando para você conectar. O provedor paga 20 centavos por hora de conexão discada com ligação local para mais de 2100 cidades do Brasil. O CresceNet tem um acelerador de conexão, que deixa sua conexão até 10 vezes mais rápida. Quem utiliza banda larga pode lucrar também, basta se cadastrar no CresceNet e quando for dormir conectar por discada, é possível pagar a ADSL só com o dinheiro da discada. Nos horários de minuto único o gasto com telefone é mínimo e a remuneração do CresceNet generosa. Se você quiser linkar o Cresce.Net(www.provedorcrescenet.com) no seu blog eu ficaria agradecido, até mais e sucesso. (If he will be possible add the CresceNet(www.provedorcrescenet.com) in your blogroll I thankful, bye friend).

Anonymous said...

Pesaroso, eu não compreendo o português, falo por favor o indonesian, Hehe

Ryu said...

hiks ... ga ngerti :(

Anonymous said...

Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Câmera Digital, I hope you enjoy. The address is http://camera-fotografica-digital.blogspot.com. A hug.